9.4.10

Dia Sebut Jelita





Sudah dua hari ini, dia menginap di kamar kontrakanku. Seorang teman lama, namanya Khaidir, teman sewaktu sekolah dulu. saat dia datang, saya hanya bisa menatap sebuah kekosongan, kosong dari sorot dari matanya. seperti banyak hal yang ingin dia ceritakan. suatu kali, ketika saya baru saja tiba dari kantor tempatku bekerja, saya mendapatinya sedang menulis sebuah surat atau mungkin puisi. lalu, dia memintaku untuk mendengarkan ceritanya, tentang isi tulisannya. saya mengangguk. Khaidir menerbitkan senyumnya, seolah kata terima kasih yang dalam.

Temanku itu belum mengenalnya betul saat ini. hanya dari wajahnya, dia lalu memanggilnya dengan sebutan itu. sekedar tahu nama sebenarnya. tapi yang keseluruhan lain tentangnya belum, apalagi. dia mengerti. dia berharap bahwa suatu saat, mereka akan bertemu. mereka pernah berjanji akan bertemu bila waktunya tiba. biarkan menjadi indah di waktu yang tepat, katanya.

Sedikit basa-basi cerita, guyonan hingga kata-kata memanja dalam pesan singkat mereka seperti akrab, meski tidak setiap hari seakan mereka berdua teman semasa kecil yang terpisah karena bencana, dan, baru saat ini dapat bertemu kembali. di sini. di dunia maya.
“apakah kamu bosan mendengar ceritaku?” tanyanya, dengan tatap mata tertuju padaku. tanpa menunggu jawaban, lalu meneruskan cerita ..

Menurut perhitungannya, 2 tahun. kurang lebih sudah 2 tahun berlalu. belum juga diberi kesempatan bertemu. padahal, sebentar lagi, temanku Khaidir ini, akan berpindah waktu di pulau berbeda. dia ingin melanjutkan kuliah, memenuhi janji orangtuanya, di Universitas Indonesia, kelak menjadi seorang Magister Ekonomi. entah kapan waktu dapat berjumpa, dapat bicara, mendengar cerita-cerita yang membuat mereka jadi saling rindu, menjadikan lucu, tertawa, bahagia, seperti kalau dituliskannya di pesan singkat diakhiri dengan “hahaha..atau hehehe..kadang wkwkwk..”.

Hari menjelang sore, setelah Khaidir memutuskan untuk menunda lanjutan ceritanya, dia hanya duduk terpaku di samping jendela, melemparkan pandangnya, mengagumi pelangi yang terlukis di selatan bumi. tadi, setelah hujan berhenti. sebelum dia menulisi kertas ini, sambil mengingat-ingat kembali wajah perempuan itu. “aghh, kenapa juga dia selalu ada menghiasi hariku? heran, tapi tak juga pernah bisa bosan. hanya saja..(dia meletakkan penanya, terdiam sebentar, seperti mencari kata)..hanya saja, apakah kamu setuju kalau aku menyebutnya begitu?” tiba-tiba saja dia menoleh padaku, dengan wajah yang bertanya. Saya tak jadi menjawab, lantaran temanku meneruskan : “jangankan satu, seribu sebutan indah pun akan ku beri ..”

Sebulan telah lewat, suatu hari saya mendengar kabar lewat pesan singkat darinya kalau mereka sudah memutuskan untuk bertemu. seperti tak sabar, melihat temanku melebur maya jadi nyata, menggubah puisi dengan simphoni.

Hari itu tiba. langit mendung, sebentar–sebentar gerimis. temanku kelihatan sedikit gugup, keringatnya tidak berhenti-henti mengucur dari akar-akar rambutnya. sesekali dia harus menyekanya dengan tisu. butuh beberapa batang rokok untuk menenangkan kecamuk pikirannya, sebuah sebab akan pertemuannya yang pertama. saat yang dia nanti selama ini.

-jelita calling- ..tiba-tiba lagu I’m finally found someone dari Bryan Adam feat Barbara Streisand mengalun dari hp Khaidir.
“ehmm,Assalamualaikum., kamu sudah dimana?”
“Waalaikumsalam.., sebentar lagi sekitar 8 menit .. kamu berangkat sekarang yah., tunggu aku ..” terdengar lembut suara dari sana …
“iya, aku berangkat sekarang, dekat kok dari sini..” jawab temanku semangat..
“okey..” ..-jelita end call-

0 comments:

Post a Comment