7.3.11

Hujan (biar mimpi bercerita)

sambungan dari ..

Hari semakin larut, ku memutuskan untuk membuat segelas kopi susu untuk menemaniku bersahabat dengan penyakit insomnia yang sudah beberapa tahun ini aku idap. Ku nyalakan laptop, menyusun list lagu yang juga akan menemaniku melewati separuh malam. Buku –Norman Edwin ; catatan sahabat sang alam karangan Rudi Badil ku pilih serta bersanding denganku malam itu.

Kubakar sebatang rokok untuk yang kesekian kali. Tik..tik..tik..tik..tikkkkk kemudian menjadi semakin gemuruh .. di luar sedang hujan ..lagi


Dia pun meraih tanganku .. menggenggamnya erat lalu berkata

“ aku akan setia menemani hingga berhasil menggapai citamu” ..

“Aku masih harus belajar banyak, untuk pencarianku, juga demi kebaikanmu, sudikah kamu tetap membawaku?” ..

“Aku tidak ingin perjalananmu terganggu bila terus bersamaku ..”

“aku malah berpikir sebaliknya. Sekarang, alur rotasi menjadi lebih cepat ..dan, kamu tahu..itu karenamu...”

Sepertinya sebuah solusi, tapi kebimbangan buat ku ..tolong sambil ajari aku ..

Aku mengiyakan kemauannya., ku minta dia bersiap diri, dan dia mengangguk. “Teruslah belajar, tapi baiknya selalu didampingi oleh seseorang yang benar-benar mengerti akan arti sebuah pembelajaran. Jangan sendirian dalam pencarianmu, biar jika nanti kau mengambil langkah yang salah, ada seseorang yang membantumu menjadi benar kembali. Tapi bila kau rasa mampu, berusahalah.”

Dia cuma tersenyum. Dia menggenggam tangannya ..

Dia mampu membaca inginku memintanya terus bersama ..adalah juga nyanyian yang ia alunkan sepanjang perjalanan ..


Sudah hampir subuh. pukul 03.10. Di luar masih hujan. Mungkin karena keasyikan membaca aku tidak lagi menyadari kopi susu yang tadi kubuat sudah habis setengah. “Sebatang rokok lagi” baru aku benar-benar harus beristirahat. Kututup buku bacaan lalu mengambil gelas kopi yang sudah dingin, lalu beranjak ke teras rumah. Menyaksikan hujan di tengah malam sebenarnya hal yang paling aku sukai, suara yang ditimbulkannya tentram walau gemuruh. Selalu mengajakku bepergian, berhayal melintasi waktu.


Akupun menarik tangannya. “ayo, kita tempuhi bersama”. Kembali kami langkahkan kaki dengan cita-cita dalam kepalan tangan ..


Udara dingin menyerang .. anginnya cukup untuk membuatku merasa lemas esok hari .. diikuti flu ringan selama beberapa hari .. ku putuskan untuk masuk dan segera beristirahat ..


Beberapa bulan berlalu, tak ada keluh darinya. Aku selalu berharap ada seekor burung kirik-kirik yang dia panggil untuk menemaninya bernyanyi. Mungkin sepucuk surat tulisan tangannya, berisikan puisi akan dia beri saat nanti kami beristirahat sejenak. Sepertinya aku terlalu berharap bahwa dia akan memikirkanku dengan cara seperti itu. Alih-alih berpikir ke sana, aku juga selalu memimpikan akan dibawa ke istana langitnya lalu kembali menemaniku di perjalanan sambil bertukar cerita, sambil bernyanyi ..

0 comments:

Post a Comment