5.8.11

Sawit, Solusi Masalah atau Awal Bencana

Catatan perjalanan saya bersama tim Penyusun Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) utuuk kegiatan perkebunan kelapa sawit di daerah Tommo-Mamuju(20-22 mei '11)

Matahari pagi baru saja naik seperempat tombak ketika saya beserta rombongan tim tiba di terminal Kota Mamuju. Jumat, kira2 pukul tujuh. Perjalanan dari Kota Makassar ditempuh selama kurang lebih 10 jam. Perjalanan yang cukup melelahkan. Kami, Pak Muchtar selaku koordinator tim yang juga seorang dosen di Fakultas Pertanian Unhas, Pak Ambeng (dosen Biologi), Pak Maming (dosen Kimia) dan Pak Baso Djamade (asisten ahli sosial ekonomi) juga Gustam teman dari PSL masih akan melanjutkan perjalanan menuju kecamatan Tommo, sekitar 2-3 jam lagi dari kota Mamuju.
“kita ketemu langsung di pabrik, bagaimana?” Pak Muchtar memberi solusi agar perjalanan tidak tertunda dikarenakan mobil  panther yang akan membawa kami dari terminal ke daerah Tommo tidak lagi punya tempat untuk saya dan Gustam. Dek belakang mobil sudah dipenuhi alat dan barang yang kami bawa.
“iya, sebaiknya begitu saja. Kami akan menunggu Damri di sekitar terminal sambil mencari sarapan” lanjutku tanpa membantah.  Perjalanan ini akan memakan lebih dari waktu normal. 


Damri hanya akan melewati jalan poros menuju Pasangkayu, dan kami harus turun di persimpangan Tommo, mencari ojek atau angkutan apa saja yang mau mengantar masuk ke daerah perkebunan sekitar 7 km dari jalan tadi.
***


Kami sampai di mess perusahaan disambut dengan qamat jumat. Panggilan untuk bersegara menuju mesjid ini kontan saja membuat rasa lelah langsung berganti karena rasa terburu. “sepertinya hari ini tidak ada kesempatan beristirahat.” bisikku pada Gustam yang berjalan sedikit di depan, dan dia hanya mengangguk. Setahuku sehabis jumatan, kami akan langsung survey lapangan untuk menentukan titik-titik pengambilan data buat esok hari di lokasi  perkebunan kelapa sawit yang mempunyai luas sekitar 9.350 Ha (SK Bupati Mamuju No. 23 tahun 2000 tertanggal 15-11-2000) yang berlokasi di Desa Leling dan Desa Kalkulassan, Kecamatan Tommo.
***


Sekilas latar belakang perjalanan saya bersama tim pembuatan dokumen evalusi lingkungan hidup (delh) dari pplh unhas.
Perkembangan agribisnis menjelang akhir tahun 1970-an adalah bukti pesatnya perkembangan bisnis khususnya di perkebunan kelapa sawit.  Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%).  Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 ribu ton (47,13%).  Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya.  Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/ha, perkebunan negara 3,14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton CPO/ha. Hal diatas  menggambarkan bahwa prospek pengembangan kelapa sawit Indonesia cukup menjanjikan dan tentu saja upaya lebih lanjut untuk mengantisipasi peningkatkan konsumsi/permintaan CPO perlu dilakukan pengembangan areal pertanaman kelapa sawit di sejumlah daerah di Indonesia. Meski begitu menggiurkan mendengar nilai kesejahteraan yang dijanjikan bisnis perkebunan ini, tentu belum cukup apabila kita hanya melihat dari satu aspek saja. Berdasarkan UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan LH di Indonesia dan PerMeN LH No 11 /2006 bag. B, Bid. Pertanian sub poin (2b) tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), maka rencana usaha kegiatan perkebunan kelapa sawit wajib dilengkapi dengan dokumen tersebut, yang notabene sampai saat ini belum dimiliki oleh perkebunan kelapa sawit di Tommo. Ini adalah masalah terpenting yang seharusnya lebih dulu direncanakan ketimbang menggarap lahan pertanian.
Penyusunan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) perlu dilakukan, ini berdasarkan PerMeN LH No. 14/2010 tentang Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen Lingkungan Hidup.  Apalagi mengingat perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah tersebut telah berjalan sejak tahun 1998, dan telah memiliki izin usaha, lokasi kawasan telah sesuai dengan tata ruang wilayah Kabupaten Mamuju. Berdasarkan pada Surat BAPEDALDA Kabupaten Mamuju No. 660/08/I/2011/BPDL, tentang Surat Perintah Menyusun Dokumen Lingkungan Hidup (DELH), maka sebab itulah kami ke sini.

0 comments:

Post a Comment